Eine Plattform für die Wissenschaft: Bauingenieurwesen, Architektur und Urbanistik
Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban dari Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kasus kekerasan seksual terhadap anak pada saat pandemi Covid-19 terus meningkat, baik itu pelaku kekerasan seksual terhadap anak perempuan maupun anak laki-laki yang dilakukan oleh pelaku kaum pedofil dan juga oleh pelaku bisnis prostitusi anak, meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak yang lebih memperberat sangsi bagi pelaku, ternyata belum juga mempunyai efek jera. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui pendekatan Perundang-undangan. Kesimpulannya bahwa penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, penegak hukum seringkali menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), padahal dalam Undang-undang Perlindungan Anak dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak sebagai korban dibandingkan dengan KUHP, karena dalam KUHP belum diatur hak-hak anak sebagai korban dalam memperoleh jaminan hukum yang dapat meringankan kerugian akibat kekerasan seksual dan pelaku sangsinya sangat ringan seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan anak. Selain itu keberadaan anak yang telah diatur dalam KUHP dan beberapa peraturan perundang-undangan tidak ada kesamaan dalam kategori batasan umur anak. Untuk itu disarankan perlu dibentuk aturan dalam KUHP tentang sangsi bagi pelaku kekerasan seksual serta jaminan hukum bagi anka sebagai korban. Selain itu perlu ada aturan yang seragam tentang batasan usia anak.
Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban dari Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Kasus kekerasan seksual terhadap anak pada saat pandemi Covid-19 terus meningkat, baik itu pelaku kekerasan seksual terhadap anak perempuan maupun anak laki-laki yang dilakukan oleh pelaku kaum pedofil dan juga oleh pelaku bisnis prostitusi anak, meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2016 tentang perlindungan anak yang lebih memperberat sangsi bagi pelaku, ternyata belum juga mempunyai efek jera. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode penelitian hukum normatif, melalui pendekatan Perundang-undangan. Kesimpulannya bahwa penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, penegak hukum seringkali menggunakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), padahal dalam Undang-undang Perlindungan Anak dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi anak sebagai korban dibandingkan dengan KUHP, karena dalam KUHP belum diatur hak-hak anak sebagai korban dalam memperoleh jaminan hukum yang dapat meringankan kerugian akibat kekerasan seksual dan pelaku sangsinya sangat ringan seperti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Perlindungan anak. Selain itu keberadaan anak yang telah diatur dalam KUHP dan beberapa peraturan perundang-undangan tidak ada kesamaan dalam kategori batasan umur anak. Untuk itu disarankan perlu dibentuk aturan dalam KUHP tentang sangsi bagi pelaku kekerasan seksual serta jaminan hukum bagi anka sebagai korban. Selain itu perlu ada aturan yang seragam tentang batasan usia anak.
Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban dari Pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual
Diana Yusyanti (Autor:in)
2020
Aufsatz (Zeitschrift)
Elektronische Ressource
Unbekannt
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Perlindungan Hukum Pada Anak Korban Kekerasan Seksual Melalui Perspektif Hukum Pidana Indonesia
DOAJ | 2021
|IMPLIKASI UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ASPEK PERLINDUNGAN KORBAN
DOAJ | 2022
|PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DALAM RUMAH TANGGA
DOAJ | 2017
|PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI PROVINSI BALI
DOAJ | 2016
|