A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
Tantangan Penerapan Alokasi Anggaran Biaya SMK3 pada Kontrak Konstruksi Proyek Berisiko Tinggi
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diamanatkan melalui PP 50/2012. Dalam konteks pekerjaan konstruksi, KemenPUPR telah menerbitkan PerMenPUPR 5/2014 yang kemudian diperbarui menjadi PerMenPUPR 2/2018. Pedoman ini mengatur pengalokasian biaya penerapan SMK3 oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Pedoman ini telah mengatur komponen-komponen biaya SMK3 yang harus diperhitungkan dan dilaksanakan di proyek-proyek berisiko tinggi. Namun penerapannya belum berdampak pada peningkatan kinerja K3 konstruksi, dengan demikian digali potensi penerapan pangalokasian anggaran SMK3 dalam kontrak konstruksi secara terpisah dari biaya umum/overhead, yaitu sebagai suatu “line-item” yang khusus dalam kontrak konstruksi. Studi dilakukan pada lima belas proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi di wilayah Jakarta dan Bandung. Data diambil berdasarkan wawancara, kuesioner, serta dokumen pendukung. Biaya aktual SMK3 yang dikeluarkan berkisar antara 0,3-2,0%. Sedangkan anggaran yang dihitung berdasarkan pedoman adalah 1,37-3,84% dari total nilai kontrak. Komponen biaya yang paling signifikan adalah premi untuk asuransi, perizinan, serta gaji pengawas K3. Responden sebagai pihak kontraktor juga memberi masukan dari sudut pandang penyedia jasa terkait pendetilan perhitungan komponen biaya SMK3 yang tertuang dalam pedoman. Responden setuju pemisahan perhitungan biaya SMK3 dalam kontrak, namun pedoman dapat digunakan di luar lingkungan KemenPUPR apabila disusun penajaman perhitungannya sehingga terdapat kesamaan persepsi perhitungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.
Tantangan Penerapan Alokasi Anggaran Biaya SMK3 pada Kontrak Konstruksi Proyek Berisiko Tinggi
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diamanatkan melalui PP 50/2012. Dalam konteks pekerjaan konstruksi, KemenPUPR telah menerbitkan PerMenPUPR 5/2014 yang kemudian diperbarui menjadi PerMenPUPR 2/2018. Pedoman ini mengatur pengalokasian biaya penerapan SMK3 oleh Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa. Pedoman ini telah mengatur komponen-komponen biaya SMK3 yang harus diperhitungkan dan dilaksanakan di proyek-proyek berisiko tinggi. Namun penerapannya belum berdampak pada peningkatan kinerja K3 konstruksi, dengan demikian digali potensi penerapan pangalokasian anggaran SMK3 dalam kontrak konstruksi secara terpisah dari biaya umum/overhead, yaitu sebagai suatu “line-item” yang khusus dalam kontrak konstruksi. Studi dilakukan pada lima belas proyek konstruksi gedung bertingkat tinggi di wilayah Jakarta dan Bandung. Data diambil berdasarkan wawancara, kuesioner, serta dokumen pendukung. Biaya aktual SMK3 yang dikeluarkan berkisar antara 0,3-2,0%. Sedangkan anggaran yang dihitung berdasarkan pedoman adalah 1,37-3,84% dari total nilai kontrak. Komponen biaya yang paling signifikan adalah premi untuk asuransi, perizinan, serta gaji pengawas K3. Responden sebagai pihak kontraktor juga memberi masukan dari sudut pandang penyedia jasa terkait pendetilan perhitungan komponen biaya SMK3 yang tertuang dalam pedoman. Responden setuju pemisahan perhitungan biaya SMK3 dalam kontrak, namun pedoman dapat digunakan di luar lingkungan KemenPUPR apabila disusun penajaman perhitungannya sehingga terdapat kesamaan persepsi perhitungan antara Penyedia Jasa dan Pengguna Jasa.
Tantangan Penerapan Alokasi Anggaran Biaya SMK3 pada Kontrak Konstruksi Proyek Berisiko Tinggi
Reini D. Wirahadikusumah (author) / Felix Adhiwira (author) / Putra R. Catri (author) / Rani Gayatri (author) / Meifrinaldi (author)
2019
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Evaluasi Penerapan Constructability pada Proyek Konstruksi Bangunan Gedung
DOAJ | 2015
|OPTIMALISASI PROPORSI SUMBER DAYA PROYEK DALAM MENEKAN BIAYA PROYEK KONSTRUKSI
BASE | 2021
|