A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
ABSTRAK: Pasal 12 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa, bidang pertanahan merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Pengertian urusan wajib dimaksudkan “adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan di semua daerah”. Ketentuan tersebut menimbulkan ketidak pastian apabila dikaitkan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan sandaran dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), secara tegas dinyatakan bidang pertanahan harus dikuasai oleh Negara demi terciptanya kemakmuran rakyat. untuk mengetahui dan menjelaskan potensi konflik kewenangan bidang pertanahan di Aceh dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, dan implikasi potensi konflik Pemerintah Aceh dan Pusat dalam bidang pertanahan. Potential Conflict Between Aceh Governance and The Government of Indonesia in Land Field ABSTRACT: Article 12 (2) Point d of the Act Number 23, 2014 regarding Regional Governance states that in the field of land, it is compulsory task aimed at it is conducted by everu region. This rule causes uncertainty if it is related to Article 33 (3) of the Indonesian Constitution 1945, which a base of the Act Number 5, 1960 regarding the Main Regulation of Land, it is stipulated in the field must be controlled by the state for the people wealth. It also explores the potential conflict between the Government of Aceh and Indonesia by the implementation of the Act Number 11, 2006 and its implication.
ABSTRAK: Pasal 12 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa, bidang pertanahan merupakan urusan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar. Pengertian urusan wajib dimaksudkan “adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan di semua daerah”. Ketentuan tersebut menimbulkan ketidak pastian apabila dikaitkan dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan sandaran dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), secara tegas dinyatakan bidang pertanahan harus dikuasai oleh Negara demi terciptanya kemakmuran rakyat. untuk mengetahui dan menjelaskan potensi konflik kewenangan bidang pertanahan di Aceh dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, dan implikasi potensi konflik Pemerintah Aceh dan Pusat dalam bidang pertanahan. Potential Conflict Between Aceh Governance and The Government of Indonesia in Land Field ABSTRACT: Article 12 (2) Point d of the Act Number 23, 2014 regarding Regional Governance states that in the field of land, it is compulsory task aimed at it is conducted by everu region. This rule causes uncertainty if it is related to Article 33 (3) of the Indonesian Constitution 1945, which a base of the Act Number 5, 1960 regarding the Main Regulation of Land, it is stipulated in the field must be controlled by the state for the people wealth. It also explores the potential conflict between the Government of Aceh and Indonesia by the implementation of the Act Number 11, 2006 and its implication.
Potensi Konflik Pemerintah Aceh dan Pusat dalam Bidang Pertanahan
Ria Fitri (author)
2015
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
PEMBERDAYAAN LEMBAGA MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG PERTANAHAN
BASE | 2012
|Strategi Badan Pertanahan dalam Pelayanan Bidang Pembuatan Sertifikat Tanah
BASE | 2023
|KONFLIK TANAH HIBAH MASYARAKAT NELAYAN DENGAN PEMERINTAH KABUPATEN ACEH BARAT
BASE | 2019
|