A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
Problematika Implementasi Pembiayaan dengan Perjanjian Jaminan Fidusia
Pranata hukum jaminan fidusia tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dia muncul dari kebutuhan masyarakat akan kredit tanpa penyerahan barang secara fisik. Oleh karena ada kebutuhan dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan penyerahan benda) dan juga hipotik (yang hanya diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja). Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan dengan cara pemberian jaminan fidusia, yang akhirnya diterima dalam praktek diakui oleh yurisprudensi. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan empiris. Untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur fidusia, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pertimbangannya, agar lembaga pembiayaan dapat membantu kebutuhan permodalan bagi dunia usaha guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun dalam prakteknya lembaga pembiayaan yang berkembang bukan lembaga pembiayaan yang bergerak di sektor produktif yang diharapkan dapat membantu pengusaha ekonomi lemah dalam meningkatkan perekonomian, tapi lebih cenderung pada pembiayaan multiguna yang memberikan pembiayaan pada sektor konsumtif. Dalam prakteknya justru lembaga pembiayaan multiguna dalam hubungannya dengan konsumen ini yang banyak menimbulkan persoalan hukum. Misalnya, lembaga pembiayaan tidak mendaftarkan jaminan fidusia ketika konsumen tidak membayar cicilan terjadi penarikan barang yang berakhir dengan kekerasan. Ada juga lembaga pembiayaan melakukan pendaftaran fidusia tetapi konsumen tidak membayar cicilan bahkan mengalihkan barang jaminan.
Problematika Implementasi Pembiayaan dengan Perjanjian Jaminan Fidusia
Pranata hukum jaminan fidusia tidak dikenal dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dia muncul dari kebutuhan masyarakat akan kredit tanpa penyerahan barang secara fisik. Oleh karena ada kebutuhan dalam praktek untuk menjaminkan barang bergerak, tetapi tidak dapat digunakan lembaga gadai (yang mensyaratkan penyerahan benda) dan juga hipotik (yang hanya diperuntukkan terhadap barang tidak bergerak saja). Akhirnya muncullah suatu rekayasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pembiayaan dengan cara pemberian jaminan fidusia, yang akhirnya diterima dalam praktek diakui oleh yurisprudensi. Metode penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan empiris. Untuk mengisi kekosongan hukum yang mengatur fidusia, Pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pertimbangannya, agar lembaga pembiayaan dapat membantu kebutuhan permodalan bagi dunia usaha guna meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun dalam prakteknya lembaga pembiayaan yang berkembang bukan lembaga pembiayaan yang bergerak di sektor produktif yang diharapkan dapat membantu pengusaha ekonomi lemah dalam meningkatkan perekonomian, tapi lebih cenderung pada pembiayaan multiguna yang memberikan pembiayaan pada sektor konsumtif. Dalam prakteknya justru lembaga pembiayaan multiguna dalam hubungannya dengan konsumen ini yang banyak menimbulkan persoalan hukum. Misalnya, lembaga pembiayaan tidak mendaftarkan jaminan fidusia ketika konsumen tidak membayar cicilan terjadi penarikan barang yang berakhir dengan kekerasan. Ada juga lembaga pembiayaan melakukan pendaftaran fidusia tetapi konsumen tidak membayar cicilan bahkan mengalihkan barang jaminan.
Problematika Implementasi Pembiayaan dengan Perjanjian Jaminan Fidusia
Henry Donald (author)
2018
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Jaminan Kredit Pemilikan Rumah dengan Perjanjian Pemberian Jaminan dan Kuasa
DOAJ | 2016
|