A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
Asas Contarius Actus pada Perpu Ormas: Kritik dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi Manusia
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mendapat kritik karena membatasi kebebasan berserikat dan memberi peluang pemerintah untuk mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tanpa melalui putusan pengadilan. Berdasarkan perspektif demokrasi deliberatif, tidak adanya proses deliberasi dalam pembentukan hukum dapat membuka peluang represi negara terhadap masyarakat sipil. Selain itu, berdasarkan perspektif rule of law, tidak adanya deliberasi dalam proses pengundangan memperlemah basis legitimasi dalam pembentukan hukum. Analisis dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah memiliki alasan yang kuat terkait aspek kekosongan hukum tetapi juga memiliki kelemahan substansial. Pertama, minimnya deliberasi di ruang publik dalam pembentukan Perpu Ormas melemahkan legitimasi. Kedua, lemahnya argumentasi penggunaan asas contrarius actus sebagai alasan mendesak untuk membentuk perpu. Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam konstitusi, khususnya Pasal 28 dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa pembatasan harus ditetapkan dengan undang-undang dan tidak menyebutkan perpu sebagai instrumen yang dapat membatasi derogable rights.
Asas Contarius Actus pada Perpu Ormas: Kritik dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi Manusia
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan mendapat kritik karena membatasi kebebasan berserikat dan memberi peluang pemerintah untuk mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan tanpa melalui putusan pengadilan. Berdasarkan perspektif demokrasi deliberatif, tidak adanya proses deliberasi dalam pembentukan hukum dapat membuka peluang represi negara terhadap masyarakat sipil. Selain itu, berdasarkan perspektif rule of law, tidak adanya deliberasi dalam proses pengundangan memperlemah basis legitimasi dalam pembentukan hukum. Analisis dengan pendekatan konseptual dan perundang-undangan dalam tulisan ini menunjukkan bahwa walaupun pemerintah memiliki alasan yang kuat terkait aspek kekosongan hukum tetapi juga memiliki kelemahan substansial. Pertama, minimnya deliberasi di ruang publik dalam pembentukan Perpu Ormas melemahkan legitimasi. Kedua, lemahnya argumentasi penggunaan asas contrarius actus sebagai alasan mendesak untuk membentuk perpu. Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan berserikat kontradiktif dengan jaminan dalam konstitusi, khususnya Pasal 28 dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar 1945, yang secara tegas menyatakan bahwa pembatasan harus ditetapkan dengan undang-undang dan tidak menyebutkan perpu sebagai instrumen yang dapat membatasi derogable rights.
Asas Contarius Actus pada Perpu Ormas: Kritik dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara dan Hak Asasi Manusia
Victor Imanuel Nalle (author)
2017
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Asas dan Norma Hukum Administrasi Negara Dalam Pembuatan Instrumen Pemerintahan
DOAJ | 2016
|Asas dan Norma Hukum Administrasi Negara Dalam Pembuatan Instrumen Pemerintahan
DOAJ | 2016
|Pengeluaran Tahanan Demi Hukum bagi Tersangka dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia
DOAJ | 2020
|Penetapan Tersangka Menurut Hukum Acara Pidana dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
DOAJ | 2018
|