Eine Plattform für die Wissenschaft: Bauingenieurwesen, Architektur und Urbanistik
GRATIFIKASI SEKSUAL SEBAGAI BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI
Penelitian ini bertujuan menganalisis Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Isu hukum yang muncul dalam penelitian ini meliputi: Apakah pegawai negeri atau penyelenggara negera yang menerima hadiah berupa layanan seksual dapat dikategorikan sebagai tindak pidana gratifikasi, dan Bagaimanakah teknik pembuktian kesalahan penerima hadiah kesenangan berupa layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kata “fasilitas lainnya” dapat diartikan secara luas, sehingga layanan seksual dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun demikian harus pula memenuhi unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Teknik/cara untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah dengan membuktikan terpenuhi atau tidaknya keseluruhan unsur-unsur dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik berimbang. Adapun alat-alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah alat-alat bukti yang secara limitatif diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan alat-alat bukti petunjuk yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
GRATIFIKASI SEKSUAL SEBAGAI BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI
Penelitian ini bertujuan menganalisis Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001. Isu hukum yang muncul dalam penelitian ini meliputi: Apakah pegawai negeri atau penyelenggara negera yang menerima hadiah berupa layanan seksual dapat dikategorikan sebagai tindak pidana gratifikasi, dan Bagaimanakah teknik pembuktian kesalahan penerima hadiah kesenangan berupa layanan seksual sebagai tindak pidana gratifikasi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan konseptual dan pendekatan kasus. Teknik pengumpulan bahan hukum dengan studi kepustakaan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kata “fasilitas lainnya” dapat diartikan secara luas, sehingga layanan seksual dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Namun demikian harus pula memenuhi unsur-unsur Pasal 12 B Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Teknik/cara untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah dengan membuktikan terpenuhi atau tidaknya keseluruhan unsur-unsur dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik berimbang. Adapun alat-alat bukti yang dapat digunakan untuk membuktikan kesalahan penerima gratifikasi seksual adalah alat-alat bukti yang secara limitatif diatur dalam ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa dan alat-alat bukti petunjuk yang diatur dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
GRATIFIKASI SEKSUAL SEBAGAI BENTUK TINDAK PIDANA KORUPSI
Saiful Akbar (Autor:in)
2016
Aufsatz (Zeitschrift)
Elektronische Ressource
Unbekannt
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
KAJIAN FUTURISTIK TERHADAP PENGATURAN BENTUK DAN SANKSI TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA
DOAJ | 2021
|KARAKTERISTIK PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI
DOAJ | 2016
|KOMPETENSI PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM MENGADILI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
DOAJ | 2016
|