Eine Plattform für die Wissenschaft: Bauingenieurwesen, Architektur und Urbanistik
Analisis Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di Aceh
Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh semakin hari berjalan kearah yang lebih baik, namun sejalan dengan itu aliran-aliran yang dianggap menyimpang juga semakin subur. Banyak kasus penistaan agama yang terjadi akhir-akhir ini yang menodai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Dalih kebebasan beragama sebagai alasan untuk penyebaran aliran sesat saat ini. Namun kebebasan tersebut dibatasi peranannya oleh aturan yang ada dan diancam dengan ancaman pidana bagi siapapun yang melanggarnya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah tindakan penodaan agama yang selama ini dilakukan di Aceh dapat dikatagorikan sebagai penistaan agama di dalam hukum pidana dan bagaimana rumusan delik dalam kejahatan penistaan terhadap agama dikaitkan dengan keistimewaan Aceh yang melaksanakan syariat Islam .Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang bersumber dari data skunder. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penistaan agama yang terjadi di Aceh selama ini merupakan penistaan agama dalam hukum pidana khususnya melanggar Pasal 156a KUHPidana. Ada beberapa putusan pengadilan negeri yang dinyatakan bersalah dan dipidana terhadap aliran sesat di Aceh, salah satu contohnya adalah kasus Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Rumusan delik dalam kejahatan penistaan terhadap agama ini secara umum harus memenuhi unsur barang siapa dan unsur dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Ketentuan delik tersebut juga sama yang tertera dalam Qanun Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah. Disarankan kepada pemerintah agar segera menyempurnakan ketentuan pidana yang tertera dalam KUHPidana khususnya pasal 156a dengan tujuan agar tidak terjadi lagi penodaan agama di Indonesia pada umumnya dan di Aceh pada khususnya. Disarankan juga kepada pemerintah guna membentengi akidah umat Islam khusunya di Aceh dengan cara meningkatkan pendidikan formal seperti menambah jam pelajaran agama Islam di sekolah, maupun pendidiakn non formal dalam keluarga guna menjaga diri dari aliran sesat yang terjadi selama ini.
Analisis Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di Aceh
Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh semakin hari berjalan kearah yang lebih baik, namun sejalan dengan itu aliran-aliran yang dianggap menyimpang juga semakin subur. Banyak kasus penistaan agama yang terjadi akhir-akhir ini yang menodai pelaksanaan syariat Islam di Aceh. Dalih kebebasan beragama sebagai alasan untuk penyebaran aliran sesat saat ini. Namun kebebasan tersebut dibatasi peranannya oleh aturan yang ada dan diancam dengan ancaman pidana bagi siapapun yang melanggarnya. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah tindakan penodaan agama yang selama ini dilakukan di Aceh dapat dikatagorikan sebagai penistaan agama di dalam hukum pidana dan bagaimana rumusan delik dalam kejahatan penistaan terhadap agama dikaitkan dengan keistimewaan Aceh yang melaksanakan syariat Islam .Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, yaitu mengkaji kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif yang bersumber dari data skunder. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penistaan agama yang terjadi di Aceh selama ini merupakan penistaan agama dalam hukum pidana khususnya melanggar Pasal 156a KUHPidana. Ada beberapa putusan pengadilan negeri yang dinyatakan bersalah dan dipidana terhadap aliran sesat di Aceh, salah satu contohnya adalah kasus Gerakan Fajar Nusantara (GAFATAR). Rumusan delik dalam kejahatan penistaan terhadap agama ini secara umum harus memenuhi unsur barang siapa dan unsur dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia. Ketentuan delik tersebut juga sama yang tertera dalam Qanun Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah. Disarankan kepada pemerintah agar segera menyempurnakan ketentuan pidana yang tertera dalam KUHPidana khususnya pasal 156a dengan tujuan agar tidak terjadi lagi penodaan agama di Indonesia pada umumnya dan di Aceh pada khususnya. Disarankan juga kepada pemerintah guna membentengi akidah umat Islam khusunya di Aceh dengan cara meningkatkan pendidikan formal seperti menambah jam pelajaran agama Islam di sekolah, maupun pendidiakn non formal dalam keluarga guna menjaga diri dari aliran sesat yang terjadi selama ini.
Analisis Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Penistaan Agama di Aceh
Afriandi M.S. (Autor:in)
2017
Aufsatz (Zeitschrift)
Elektronische Ressource
Unbekannt
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
ANALISIS EKONOMI TERHADAP HUKUM DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI
DOAJ | 2014
|Politik Hukum Terhadap Tindak Pidana Terorisme Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
DOAJ | 2017
|Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Berdasarkan Qanun Jinayat Aceh
DOAJ | 2019
|DOAJ | 2017
|Fungsi Sekunder Hukum Pidana dalam Penanggulangan Tindak Pidana Perpajakan
DOAJ | 2020
|