A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
IMPLIKASI PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP SWADAYA EKONOMI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL
Pengelolaan hutan, industri kehutanan yang ekstraktif dan pencurian kayu ilegal yang berlangsung di akhir 1990-an telah mengurangi luas hutan Indonesia dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Dari 70 ribu desa di Indonesia, 30 ribuan desa berada di dalam dan sekitar kawasan hutan, di mana 70% penduduknya menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Banyak komunitas lokal di lingkungan kawasan hutan yang tidak memiliki akses legal terhadap sumber daya hutan yang ada di sekitar mereka, dan hingga saat ini hanya terdapat kurang dari 1 juta hektar lahan di kawasan hutan yang secara legal telah dikelola oleh komunitas lokal dan diberikan ijin pengelolaan hutannya oleh negara. Untuk mengani hal tersebut, Pada tahun 2002, Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan pernyataan bahwa perhutanan sosial akan menjadi payung bagi lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan. Kemudian pada tahun 2016 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri No 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial yang di dalamnya terdapat tata c ara untuk memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan dan Hutan Adat di bidang Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau di sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Pertama: Bagaimana implikasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial terhadap swadaya ekonomi masyarakat dalam program Perhutanan Sosial Pada Kelompok Tani Nagari Latang Kab. Sijunjung? Kedua: Bagaimana efektivitas program perhutanan sosial terhadap peningkatan perekonomian kelompok tani Nagari Latang Kab. Sijunjung? Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Implikasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial secara nyata telah memberikan dampak positif dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat di Nagari Latang. Program Perhutanan Sosial telah menumbuhkambangkan usaha-usaha baru di Nagari Latang seperti pengelolaan madu, pengelolaan teh asam gelugur, teh asam kandi, dan kopi asam gelugur. Sementara efektivitas program perhutanan sosial terhadap peningkatan perekonomian masyarakat terlihat dari indicator: Efisiensi hutan kemasyarakatan sudah berjalan dengan baik dan masyarakat sudah dapat merasakan manfaat berupa tambahan penghasilan dari hasil pengelolaan lahan HKm. Adil, dalam artian pengelolaan lahan HKm yang dilakukan oleh masyarakat tidak merusak alam. Moral, dalam artian penggarapan lahan HKm tidak mengubah status dan fungsi hutan, karena status HKm tetap sebagai hutan lindung.
IMPLIKASI PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP SWADAYA EKONOMI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL
Pengelolaan hutan, industri kehutanan yang ekstraktif dan pencurian kayu ilegal yang berlangsung di akhir 1990-an telah mengurangi luas hutan Indonesia dari 162 juta hektar menjadi 98 juta hektar. Dari 70 ribu desa di Indonesia, 30 ribuan desa berada di dalam dan sekitar kawasan hutan, di mana 70% penduduknya menggantungkan hidupnya dari sumber daya hutan. Banyak komunitas lokal di lingkungan kawasan hutan yang tidak memiliki akses legal terhadap sumber daya hutan yang ada di sekitar mereka, dan hingga saat ini hanya terdapat kurang dari 1 juta hektar lahan di kawasan hutan yang secara legal telah dikelola oleh komunitas lokal dan diberikan ijin pengelolaan hutannya oleh negara. Untuk mengani hal tersebut, Pada tahun 2002, Menteri Kehutanan pernah mengeluarkan pernyataan bahwa perhutanan sosial akan menjadi payung bagi lima kebijakan prioritas Departemen Kehutanan. Kemudian pada tahun 2016 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri No 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial yang di dalamnya terdapat tata c ara untuk memberikan pedoman pemberian hak pengelolaan, perizinan, kemitraan dan Hutan Adat di bidang Perhutanan Sosial yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan tenurial dan keadilan bagi masyarakat setempat dan masyarakat hukum adat yang berada di dalam atau di sekitar kawasan hutan dalam rangka kesejahteraan masyarakat dan pelestarian fungsi hutan. Permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Pertama: Bagaimana implikasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 83 Tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial terhadap swadaya ekonomi masyarakat dalam program Perhutanan Sosial Pada Kelompok Tani Nagari Latang Kab. Sijunjung? Kedua: Bagaimana efektivitas program perhutanan sosial terhadap peningkatan perekonomian kelompok tani Nagari Latang Kab. Sijunjung? Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Implikasi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 83 Tahun 2016 Tentang Perhutanan Sosial secara nyata telah memberikan dampak positif dalam rangka peningkatan ekonomi masyarakat di Nagari Latang. Program Perhutanan Sosial telah menumbuhkambangkan usaha-usaha baru di Nagari Latang seperti pengelolaan madu, pengelolaan teh asam gelugur, teh asam kandi, dan kopi asam gelugur. Sementara efektivitas program perhutanan sosial terhadap peningkatan perekonomian masyarakat terlihat dari indicator: Efisiensi hutan kemasyarakatan sudah berjalan dengan baik dan masyarakat sudah dapat merasakan manfaat berupa tambahan penghasilan dari hasil pengelolaan lahan HKm. Adil, dalam artian pengelolaan lahan HKm yang dilakukan oleh masyarakat tidak merusak alam. Moral, dalam artian penggarapan lahan HKm tidak mengubah status dan fungsi hutan, karena status HKm tetap sebagai hutan lindung.
IMPLIKASI PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 83 TAHUN 2016 TENTANG PERHUTANAN SOSIAL TERHADAP SWADAYA EKONOMI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PERHUTANAN SOSIAL
Rima Gulam Sami (author)
2020
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Evaluasi terhadap Peraturan Bersama Menteri Tahun 2006 tentang Pendirian Rumah Ibadah
DOAJ | 2017
|KONFLIK SOSIAL DAN EKONOMI SEBAGAI DAMPAK UNDANG – UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
DOAJ | 2017
|PETA SOSIAL EKONOMI UMMAT (STUDI TERHADAP LEMBAGA EKONOMI DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT)
DOAJ | 2018
|