Eine Plattform für die Wissenschaft: Bauingenieurwesen, Architektur und Urbanistik
PENAHANAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menimbulkan pro kontra, salah satunya terkait penambahan masa penahanan di tingkat penyidikan yang awalnya 6 bulan menjadi 9 bulan sebagaimana dalam Pasal 25 ayat (2), (3) dan (4). Hal tersebut sangat berlawanan dengan KUHAP Pasal 24 ayat (1) dan (2) bahwa untuk kepentingan penyidikan dilakukan penahanan selama 20 hari, dan diperpanjang 40 hari. Adanya penambahan masa penahanan di tingkat penyidikan telah menciderai hak hukum dan peradilan tersangka dan juga menciderai asas-asas peradilan pidana yaitu asas persamaan di muka hukum, asas praduga tak bersalah dan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.Tujuan dilakukannya penelitian ini, untuk mengetahui dasar penambahan waktu penahanan di tingkat penyidikan dan untuk mengetahui konsepsi penambahan di tingkat penyidikan yang tidak melanggar hak asasi tersangka. Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu pendekatan yuridis normatif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 disahkan hanya untuk melindungi korban dan kepentingan penyidik saja, tetapi tidak dengan tersangka. Selama 2014-2015 terdapat 554 rangkaian kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri dalam melakukan penyidikan. Padahal dalam Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/ 2000, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, ICCPR, Undang-Undang Hak Asasi Manusia mengatur dengan jelas bahwa tidak boleh melakukan kekerasan dalam proses penyidikan. Tindak pidana terorisme tidak semua termasuk extra ordinary crime, tetapi juga ada yang serious crime. Karena ketika dikatakan sebagai extra ordinary crime ada unsur yang tidak terpenuhi. Saran dengan adanya penelitian ini, pemerintah lebih memperhatikan lagi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan untuk aparat penegak hukum dalam melalukan penyidikan lebih mengutamakan hak asasi manusia. Perlu adanya pedoman khusus untuk aparat penegak hukum terkait tindak pidana terorisme dan monitoring
PENAHANAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Disahkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, menimbulkan pro kontra, salah satunya terkait penambahan masa penahanan di tingkat penyidikan yang awalnya 6 bulan menjadi 9 bulan sebagaimana dalam Pasal 25 ayat (2), (3) dan (4). Hal tersebut sangat berlawanan dengan KUHAP Pasal 24 ayat (1) dan (2) bahwa untuk kepentingan penyidikan dilakukan penahanan selama 20 hari, dan diperpanjang 40 hari. Adanya penambahan masa penahanan di tingkat penyidikan telah menciderai hak hukum dan peradilan tersangka dan juga menciderai asas-asas peradilan pidana yaitu asas persamaan di muka hukum, asas praduga tak bersalah dan asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan.Tujuan dilakukannya penelitian ini, untuk mengetahui dasar penambahan waktu penahanan di tingkat penyidikan dan untuk mengetahui konsepsi penambahan di tingkat penyidikan yang tidak melanggar hak asasi tersangka. Metode penelitian yang penulis gunakan yaitu pendekatan yuridis normatif, dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 disahkan hanya untuk melindungi korban dan kepentingan penyidik saja, tetapi tidak dengan tersangka. Selama 2014-2015 terdapat 554 rangkaian kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polri dalam melakukan penyidikan. Padahal dalam Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1205/IX/ 2000, Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009, ICCPR, Undang-Undang Hak Asasi Manusia mengatur dengan jelas bahwa tidak boleh melakukan kekerasan dalam proses penyidikan. Tindak pidana terorisme tidak semua termasuk extra ordinary crime, tetapi juga ada yang serious crime. Karena ketika dikatakan sebagai extra ordinary crime ada unsur yang tidak terpenuhi. Saran dengan adanya penelitian ini, pemerintah lebih memperhatikan lagi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dan untuk aparat penegak hukum dalam melalukan penyidikan lebih mengutamakan hak asasi manusia. Perlu adanya pedoman khusus untuk aparat penegak hukum terkait tindak pidana terorisme dan monitoring
PENAHANAN TERSANGKA TINDAK PIDANA TERORISME DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
Siti Wulandari (Autor:in)
2020
Aufsatz (Zeitschrift)
Elektronische Ressource
Unbekannt
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Penetapan Tersangka Menurut Hukum Acara Pidana dalam Perspektif Hak Asasi Manusia
DOAJ | 2018
|PENEGAKAN HUKUM ATAS TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA
DOAJ | 2017
|Pengeluaran Tahanan Demi Hukum bagi Tersangka dalam Perspektif Hukum dan Hak Asasi Manusia
DOAJ | 2020
|PENETAPAN ASPEK HUKUM PIDANA MATERIEL DALAM RUU PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
DOAJ | 2017
|