A platform for research: civil engineering, architecture and urbanism
Fenomena Swinger dalam Konteks Hukum Pidana Indonesia
Penelitian ini mengkaji tentang fenomena swinger atau tukar menukar istri yang didasari oleh kesepakatan antar pihak, tanpa adanya pemaksaan ditinjau dari KUHP. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena swinger dalam KUHP di Indonesia dengan menelaah dua pasal yang relevan, yaitu pasal prostitusi dan perzinahan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa swinger tidak dapat dengan tepat digolongkan sebagai bentuk prostitusi karena karakteristiknya yang berbeda secara substansial. Dalam praktik swinger, tidak ada pertukaran uang atau transaksi komersial terlibat dalam hubungan seksual antar pasangan. Oleh karena itu, Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP tidak dapat diterapkan dengan tepat untuk menghukum pelaku swinger, karena pasal-pasal tersebut ditujukan untuk menangani pelaku prostitusi dan pihak-pihak yang bertindak sebagai perantara dalam transaksi tersebut. Swinger bisa dikategorikan sebagai perzinahan sesuai dengan Pasal 284 KUHP jika dilaporkan secara aduan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat pertukaran pasangan tersebut. Namun, mencoba mengaitkan praktik swinger dengan perzinahan secara langsung tidaklah tepat. Hal ini karena swinger umumnya didasarkan pada kesepakatan dan persetujuan bersama antara pasangan, sehingga sulit untuk menentukan pihak yang dirugikan dalam konteks hukum. Sementara Pasal 284 KUHP membutuhkan elemen perzinahan yang jelas, yang sulit ditemukan dalam situasi swinger yang didasarkan pada kesepakatan antara semua pihak yang terlibat.
Fenomena Swinger dalam Konteks Hukum Pidana Indonesia
Penelitian ini mengkaji tentang fenomena swinger atau tukar menukar istri yang didasari oleh kesepakatan antar pihak, tanpa adanya pemaksaan ditinjau dari KUHP. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis fenomena swinger dalam KUHP di Indonesia dengan menelaah dua pasal yang relevan, yaitu pasal prostitusi dan perzinahan. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian hukum normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa swinger tidak dapat dengan tepat digolongkan sebagai bentuk prostitusi karena karakteristiknya yang berbeda secara substansial. Dalam praktik swinger, tidak ada pertukaran uang atau transaksi komersial terlibat dalam hubungan seksual antar pasangan. Oleh karena itu, Pasal 296 dan Pasal 506 KUHP tidak dapat diterapkan dengan tepat untuk menghukum pelaku swinger, karena pasal-pasal tersebut ditujukan untuk menangani pelaku prostitusi dan pihak-pihak yang bertindak sebagai perantara dalam transaksi tersebut. Swinger bisa dikategorikan sebagai perzinahan sesuai dengan Pasal 284 KUHP jika dilaporkan secara aduan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat pertukaran pasangan tersebut. Namun, mencoba mengaitkan praktik swinger dengan perzinahan secara langsung tidaklah tepat. Hal ini karena swinger umumnya didasarkan pada kesepakatan dan persetujuan bersama antara pasangan, sehingga sulit untuk menentukan pihak yang dirugikan dalam konteks hukum. Sementara Pasal 284 KUHP membutuhkan elemen perzinahan yang jelas, yang sulit ditemukan dalam situasi swinger yang didasarkan pada kesepakatan antara semua pihak yang terlibat.
Fenomena Swinger dalam Konteks Hukum Pidana Indonesia
Fuadi Isnawan (author)
2024
Article (Journal)
Electronic Resource
Unknown
Prostitusi , Perzinahan , Swinger , Tindak Pidana , Law , K
Metadata by DOAJ is licensed under CC BY-SA 1.0
Politik Hukum Terhadap Tindak Pidana Terorisme Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia
DOAJ | 2017
|